Muara Enim, KOTABARI.COM – Polres Muara Enim terus mengkebut kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang oknum guru dan pelatih Paskibra, Martin Hadi Susanto (37), warga Desa Karang Endah, Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim. Kabarnya, kasus ini akan segera ditingkatkan menjadi tahap P21.
“Pemeriksaan saksi-saksi korban sedang berlangsung saat ini. Karena yang menjadi korban adalah anak-anak, pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati,” ujar Kapolres Muara Enim, AKBP Andi Supriadi, melalui Kasat Reskrim AKP Tony Saputra pada Sabtu (15/7/2023).
AKP Tony menjelaskan bahwa pihak kepolisian telah melakukan pengamanan dan pemeriksaan terhadap tersangka serta para saksi korban secara maraton.
Karena korban dalam kasus ini masih merupakan anak-anak, pemeriksaan dilakukan dengan metode yang berbeda dari pemeriksaan pidana umum. Kasus ini melibatkan tindakan pencabulan, sehingga perlindungan yang lebih besar harus diberikan kepada para korban.
“Kesulitan yang kami hadapi adalah mayoritas korban merasa malu untuk menjadi saksi. Namun, Insya Allah, dalam waktu dekat kasus ini akan ditingkatkan menjadi tahap P21 dan berkas langsung akan dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Muara Enim,” tambahnya.
Dalam konteks koordinasi antarlembaga, ketika ditanya mengenai keterlibatan tim dari Provinsi Sumatera Selatan, Suwandi, juru bicara Polres Muara Enim, mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada tim koordinasi yang terbentuk.
“Total korban dalam kasus ini mencapai 13 orang, namun baru 6 orang yang telah memberikan keterangan. Sisanya tidak bersedia memberikan keterangan karena sudah melanjutkan studi ke perguruan tinggi, menikah, dan sebagainya,” ungkap Suwandi.
Seperti yang dilaporkan sebelumnya, oknum guru yang bernama Martin Hadi Susanto (37), warga Desa Karang Endah, Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, kini harus mendekam di penjara.
Hal ini bermula dari perbuatannya yang cabul terhadap siswa-siswinya sendiri. Martin adalah seorang pelatih Paskibra di salah satu Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kecamatan Gelumbang pada periode 2020-2022.
Modus operandi yang dilakukan pelaku adalah sering menginap dan tidur bersama dengan korban di kontrakan siswanya. Akibat sering tidur bersama, terjadilah tindakan pencabulan tersebut.
Pelaku melakukan perbuatan tersebut akibat trauma yang dialaminya saat masih bersekolah di tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama.
Atas perbuatannya, tersangka akan dijerat dengan Pasal 82 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidananya adalah 10 tahun penjara, mengingat pelaku merupakan seorang tenaga pendidik.
Kepolisian terus mengimbau kepada masyarakat agar lebih waspada dan peka terhadap kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak.