Sejumlah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar aksi di Gedung Merah Putih KPK sebagai respons atas penetapan status tersangka bagi Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya. Dalam aksi yang berlangsung Kamis (23/11/2023), para peserta aksi tak hanya membawa semangat, tapi juga gerobak nasi goreng.
Di pelataran Gedung KPK, terlihat dua gerobak nasi goreng yang menjadi pusat perhatian. Tukang nasi goreng yang ikut dalam aksi ini melayani pembeli, termasuk para peserta aksi yang ingin menyampaikan pesan mereka.
Aksi teatrikal menggambarkan seseorang dengan topeng yang menyerupai Firli Bahuri memasak nasi goreng, sementara pembelinya menggunakan topeng yang menggambarkan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Poster dengan tulisan ‘bermula dengan nasi goreng kita akhiri dengan nasi goreng’ ditempelkan di gerobak nasi goreng sebagai simbol. Sebelumnya, Firli pernah memamerkan keahliannya memasak nasi goreng ketika dilantik.
Aksi ini dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti mantan Ketua KPK Abraham Samad, mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW), eks Penyidik KPK Novel Baswedan, dan beberapa mantan pegawai KPK lainnya. Potong tumpeng juga dilakukan sebagai bagian dari syukuran usai Firli Bahuri menjadi tersangka.
Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik KPK yang turut serta dalam aksi, menyatakan bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan semangat kepada pegawai KPK. Baginya, penetapan tersangka terhadap Firli adalah langkah menuju penyelesaian masalah di KPK.
Menurut Yudi, Firli adalah sumber permasalahan di KPK. Dengan statusnya sebagai tersangka dan nonaktif sebagai pimpinan KPK, Yudi berharap bahwa sebagian dari permasalahan di KPK bisa terselesaikan.
Di samping itu, aksi tersebut juga melibatkan aksi cukur rambut di depan gedung KPK. Para peserta aksi, termasuk Abraham Samad, Novel Baswedan, dan Harun Al Rasyid, ikut mencukur rambut mereka sebagai simbol dari perlawanan terhadap situasi yang sedang terjadi.
Dalam salah satu poster yang mereka bawa, terdapat tulisan yang menegaskan untuk tidak menjadikan KPK sebagai alat peras. Aksi ini menjadi bagian dari ekspresi mantan pegawai KPK untuk menyuarakan keinginan mereka terhadap kebersihan dan independensi lembaga anti-korupsi ini.